Selasa, 07 Desember 2010

Cerita Burung Gagak

EMBUN TAUSHIYAH -



Pada suatu petang seorang tua bersama anaknya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.


Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran.

Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya, Nak, apakah benda itu?

Burung gagak, jawab si anak.Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama.

Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab dengan sedikit kuat, Itu burung gagak, Ayah!

Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama.

Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat, BURUNG GAGAK!!

Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah, Itu gagak, Ayah.

Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar- benar hilang sabar dan menjadi marah. Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak.

Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan???? Itu burung gagak, burung gagak, Ayah....., kata si anak dengan nada yang begitu marah.

Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan. Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya.

Diperlihatkannya sebuah diary lama. Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini, pinta si Ayah.

Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.

Hari ini aku di halaman belakang menemani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran.

Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya, Ayah, apa itu? Dan aku menjawab, Burung gagak. Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama.

Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi cinta dan sayangnya aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga.

Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,

Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak lima kali, dan kau telah hilang sabar serta marah.

Beberapa hikmah:

  1. Kasih ibu [orang tua] sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah
  2. Jawaban lulusan pendidikan tinggi sering tidak lebih pintar dari jawaban seseorang (mungkin petani yang tidak sekolah sama sekali) kepada anak kecil
_____________________
Di Forward ke taushiyah-only oleh mas Amin Yadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar